Rabu, 27 Januari 2021, pukul 09. 30 bertempat di Istana Negara, Kabareskrim Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, lazim disebut Kapolri. Berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 5 Tahun 2021 Tentang Pengangkatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang pada pokoknya mengangkat Sigit sebagai Kapolri dan memberhentikan dengan hormat Jenderal Idham Azis pendahulunya. Sigit resmi menyandang pangkat Jenderal Polisi dengan bintang 4 di pundak.
Setelah resmi menjadi Kapolri dengan tagline Polri Presisi akronim dari Prediktif, Responsibilitas, dan Tranparansi Berkeadilan, Jenderal Sigit Langsung tancap gas melayani masyarakat. Sosok yang pendiam, sangat tenang, santun dan halus dalam bertutur kata, profesional dan sangat aktif untuk turun ke lapangan di masa pandemi. Saat dilantik menjadi Kapolri, Indonesia dan dunia sedang berjuang melawan serangan virus Covid-19. Saat itu rakyat Indonesia sudah 1 tahun hidup dalam masa Pandemi Covid-19. Satu situasi dimana Indonesia dan seluruh negara di dunia berada dalam titik terendah dalam perekonomian. Tidak ada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi minus.
Sosok seorang Listyo, ia bisa dan mau membuka untuk semua kritikan tentang Polri. Wajah baru Polri yang memfokuskan menangani berbagai kejahatan, terutama terkait kejahatan konvensional, kejahatan transnasional seperti jaringan narkoba dan terorisme serta kejahatan siber. Selain itu, Polri juga menghadapi tantangan terkait menguatnya intoleransi dan radikalisme, belum lagi permasalahan indisiplinier anggota polri.
Beberapa keberhasilan Polri Dibawah Kepemimpinan Listyo Sigit Prabowo
Jabatan sebagai Kapolri, adalah pejabat yang menjadi pimpinan tertinggi dalam organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sejak pertama kali dibentuk, jabatan ini pernah mengalami beberapa pergantian hierarki dan nama jabatan. Polri yang memfokuskan menangani berbagai kejahatan, terutama terkait kejahatan konvensional, kejahatan transnasional seperti jaringan narkoba dan terorisme serta kejahatan siber menjadi alasan melakukan perubahan secara cepat dan tepat. Selain itu, Polri juga menghadapi tantangan terkait menguatnya intoleransi dan radikalisme, belum lagi permasalahan indisiplinier anggota polri. Beberapa keberhasilan yang bisa dirasakan oleh masyarakat Indonesia saat ini diantaranya :
Polri dan Pandemi Covid-19.
Dilantik sebagai Kapolri saat rakyat Indonesia sudah 1 tahun berhadapan dengan Covid-19, Jenderal Sigit langsung memimpin jajaran Polri membantu rakyat dengan membagikan paket sembako ke seluruh penjuru Nusantara. Dalam aksinya melayani rakyat Kapolri menggandeng sejumlah komponen masyarakat dalam mendistribusikan bantuan sembako, diantaranya organisasi mahasiswa dan pemuda Indonesia. Tidak sekedar memberi arahan dan komando kepada jajaran Polri Jenderal Sigit turun langsung membagikan sembako kepada rakyat.
Tidak berhenti sampai disitu, untuk membantu percepatan proses pemutusan rantai penularan virus Covid-19, Polri turun lagsung membantu Kementerian Kesehatan melakukan vaksnasi dengan target 1 juta suntikan vaksin. Selain itu Polri juga menyiapkan tenaga trampil sebagai tracer dan vaksinator untuk melayani 181 juta rakyat. Sampai saat dimana pemerintah menyatakan Indonesia bebas dari Pandemi Covid-19 Polri masih bereran aktif melakukan vaksinasi vaksin booster untuk masyarakat Indonesia.
Dalam Undang Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan tugas pokok Polri selain menjaga keamanan dan Kambtimas, Polri juga mempunyai tugas pengayoman kepada masyarakat. Tugas pengayoman kepada masyarakat bisa diartikan sebagai upaya Polri menciptakan atau memberikan rasa aman kepada masyarakat dalam situasi apapun. Termasuk pada saat negara dalam situasi Pandemi Covid-19.
Peran serta Polri membantu masyarakat mengurangi beban masyarakat atas kesulitan ekonomi dan upaya memutus rantai penularan Covid-19 dengan memberikan bantuan sembako dan melakukan vaksinasi masal bisa diterjemahkan sebagai upaya Polri dalam menjalankan tugas pengayoman kepada rakyat Indonesia. Karena rasa aman tidak selalu harus terkait dengan ancaman kekerasan tapi juga ancaman terhadap bahaya kelaparan yang jauh lebih mengerikan dampaknya.
Manufer Sang Jenderal
Publik mencatat ada beberapa kebijakan Polri yang dinilai sebagai terobosan di bidang hukum yang berani dilakukan Jenderal Sigit sebagai Kapolri. Terobosan Kapolri di bidang penegakan hukum yang dimaksud adalah, Keputusan Kapolri menerapkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice dan penunjukan 1.062 Polsek di 343 Polres tidak lagi melakukan penyidikan pidana.
Melalui Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2021, Jenderal Sigit memutuskan jajaran Polri agar mengutamakan penyelesaian perkara hukum yang ditangani melalui Keadilan restoratif. Keadilan restoratif merupakan upaya Polri memberikan rasa adil kepada masyarakat, dimana masyarakat yang berperkara tidak berakhir di pengadilan dengan pemenjaraan. Pasal 5 Peraturan Kapolri (Perkap) No. 8 Tahun 2021 menjelaskan kasus-kasus yang bisa diselesaikan dengan keadilan restoratif harus memenuhi persyaratan materiil. Tindak pidana yang bisa diselesaikan melaui keadilan restorative adalah perkara pidana ringan tapi tidak berlaku bagi tindak pidana yang mengulang (residivis).
Namun demikian tidak semua perkara bisa diselesaikan melalui keadilan restoratif. Tindak pidana yang tidak bisa diselesaikan lewat keadilan restoratif diantaranya tindak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara, pidana korupsi, pidana terhadap nyawa orang, dan juga tidank pidana yang bisa menimbulkan keresahan social, memecah belah bangsa, radikalisme.
Terobosan hukum lain yang dicatat publik adalah Keputusan Kapolri Nomor Kep/613/III/2021 tentang Penunjukan Kepolisian Sektor Hanya untuk Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat pada Daerah Tertentu (Tidak Melakukan Penyidikan). Melalui keputusan ini ada 1.062 Polsek di 343 Polres ditunjuk Kapolri tidak lagi melakukan penyidikan. Polsek yang ditunjuk hanya melakukan pemeliharaan kemanan dan ketertiban di masyarakat. Keputusan ini diambil Kapolri setelah mendengar masukan masyarakat yang disampaikan kepada Kapolda di masing-masing wilayah.
Jenderal Sigit Tepis Keraguan Publik
Peristiwa polisi tembak polisi di komplek Polri Duren Tiga bisa disebut merupakan ujian paling berat yang harus dihadapi Jenderal Listyo Sigit Prabowo selaku Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri). Kasus pidana di komplek Polri Duren Tiga yang melibatkan polisi sebagai korban dan pelaku bukan pidana biasa. Disebut bukan pidana biasa bukan saja karena karena polisi yang menjadi korban sekaligus pelaku tapi juga melibatkan perwira tinggi Polri dengan jabatan strategis sebagai pelaku. Sempat muncul keragua di ranah public kalau Polri bisa objektif menyelesaikan kasus ini.
Keraguan publik bukan tidak disadari oleh Jenderal Sigit, sebaliknya Kapolri memahami psikologi publik dan berhasil menangkap sinyal keraguan akan objektivitas Kapolri membongkar kasus Duren Tiga karena melibatkan anak buahnya perwira tinggi berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen) dengan jabatan Kepala Divisi Profesi dan Pengaman (Kadivpropam) Polri sekaligus Kepala Satgasus Merah Putih.
Menjawab keraguan public, Jenderal Sigit bersegara membentuk tim khusus yang bertugas membongar kasus Duren Tiga dan mengungkapnya secara terang benderang kepada publik. Tim khusus ini dipimpin Wakapolri dengan melibatkan Irwasum Polri, Kabareskrim, Kabaintelkam dan Ass SDM. Kepada tim khusus ini Jenderal Sigit menegaskan agar memberikan laporan secara periodic dan membuka kasus ini secara terang benderang kepada publik.
Tidak cukup membentuk tim khusus berasal dari institusi Polri, Kapolri kemudian menjalin komunikasi dan melibatkan pihak diluar Polri dalam hal ini Komnas HAM dan Kompolnas untuk ikut serta mengawal kasus ini sampai selesai.
Tidak menunggu lama tim khusus yang dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, berhasil membongkar kasus komplek Polri Duren Tiga dengan menetapkan sejumlah oknum anggota Polri dan masyarakat sipil sebagai tersangka. Baik tersangka sebagai pelaku utama atau tersangka sebagai pihak yang berusaha menghalangi proses penyelidaikan dan penyidikan kasus tersebut.
Kini semua orang yang terlibat pada peristiwa pidana polisi tembak polisi di komplek Polri Duren Tiga sudah mendekam di penjara. Semua pelaku sudah di vonis bersalah pada peradilan tingkat pertama. Jenderal Bintang Dua sekaligus manatan Kadivpropam Polri di vonis hukuman mati oleh hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan. Pelaku lainnya di vonis bervariatif menurut tingkat kesalahannya di mata hakim yang mengadili.
Langkah Jenderal Sigit menyelesaikan kasus berat ini bukan saja berhasil menjawab keraguan public tapi sekaligus berhasil meraih simpati dan kepercayaan publik. Kepercayaan publik kepada institusi Polri kembali meningkat setelah sempat turun drastic karena ksus komplek Polri Duren Tiga.
2 Tahun Polri Presisi
Dua tahun memang bukan waktu yang ideal untuk bisa menilai keberhasilan seseorang memimpin institusi tertentu, termasuk institusi Polri. Idealnya menilai keberhasilan seorang pemimpin ditentukan setelah ia tidak lagi memimpin institusinya. Namun begitu keberhasilan Jenderal Sigit menjaga ruh atau marwah institusi Polri sebagai lembaga yang memberikan keadilan kepada masyarakat selama dua tahun kepemimpinannya saat ini semakin menguatkan kepercayaan kita bahwa Polri saat ini dipimppin oleh orang yang tepat.
Bahwa masih ada kekurangan pada dua tahun kepemimpinan Jenderal Sigit sebagai Kapolri kita tidak boleh menutupi. Untuk apa ditutupi jika Kapolri sendiri dengan ksatria mengakui masih ada kekuarangannya. Misalnya saat Kapolri meyampaikan evaluasi penanganan kasus oleh Polri pada akhir Desember 2022 pada acara Rilis Akhir Tahun (RAT) Polri 2022 di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta Selatan pada Sabtu (31/12/2022).
Kapolri mencatat jumlah kejahatan yang ditangani sebanyak 276.507 perkara selama 2022. Angka itu mengalami peningkatan 7,3 persen jika dibandingkan pada tahun 2021. Dari jumlah itu, Polri telah menyelesaikan perkara sebanyak 200.147 perkara atau 73,38 persen. Angka ini menunjukan penurunan 1.877 perkara atau 0,9 persen bila dibandingkan dengan tahun 2021 sebanyak 202.024 perkara
Nah, yang harus kita catat secara jujur meningkatnya jumlah perkara yang harus ditangani polri disebabkan kaena aktivitas kita yang sudah longgar sejak Pandemi Covid-19. Sebaliknya penurunan angka penyelesaikan perkara ditubuh Polri dikarenakan Polri banyak menyelesaikan perkara pidana melalui keadilan restorative atau restorative justice. Dengan kata lain sebetulnya Polri dibawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo berhasil memenangkan hati rakyat Indonesia. Itu jauh lebih penting dari sekedar angka atau bilangan. Bravo Polri.
Oleh : Ali Hasan Amrun
Ketua Bidang Hukum dan Ham ISMAHI DKI JAKARTA