Terkini Lainnya

DPP BARAK 106 Khawatir Jejak Peradilan Militer Di Korupsi Kabasarnas

El Vandii
Rabu, 09 Agustus 2023, Agustus 09, 2023 WIB Last Updated 2024-11-27T16:17:46Z


Narasiumat.com - Melihat rekam jejak Peradilan Militer, pengusutan kasus korupsi di Basarnas sangat mungkin berhenti.  Sekitar Pukul  17.00 WIB, 31 Juli kemarin, Firli Bahuri gantian bertandang ke Cilangkap, Jakarta Timur. Di Mabes TNI itu, Ketua KPK tersebut mendampingi Marsda Agung Handoko, Danpuspom TNI, menggelar jumpa pers.

Dalam keterangannya, Agung Handoko menegaskan, pihaknya akan terus mengusut sampai ujung kasus korupsi 3 pengadaan di Basarnas. Menyusul berlimpah kasus korupsi yg melibatkan perwira TNI acap tak selesai, penyerahan rasuah di lingkungan Basarnas pada peradilan militer membuat waswas perasaan publik. 

Pemerintah sendiri mendukung alih kuasa perkara itu ditangani peradilan militer. Kala Mahfud MD dianugerahi warga kehormatan Korps Marinir 1 Agustus laku, Menkopolhukam memastikan penyerahan itu sudah sesuai dengan Pasal 74 UU TNI. 

Ketua DPP Barak 106, Edgard J mengatakan, selama ini aturan itu memang selalu jadi alat TNI untuk menindak anggota aktifnya yang terlibat kasus hukum. Tetapi, dengan pasal itu pula banyak kasus, khususnya korupsi dari militer aktif, yg pengusutannya berhenti di tengah jalan,"Ujarnya dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 9/08/23.

Dalam pasal itu diterangkan, semua penanganan peradilan militer termasuk penyidikan hingga di pengadilan ditangani TNI, nihil penyertaan sipil. Adanya muatan benturan kepentingan, pantas jika aturan itu kerap menjadi impunitas bagi militer sendiri. 

Sebut saja perkara pengadaan pesawat baling-baling AW-101 TNI AU. Korupsi yang menyeret nama 5 perwira TNI AU & merugikan negara sebanyak Rp 738 miliar itu berhenti di tangan peradilan militer. Meski awalnya Hadi Tjahjanto, saat masih jadi Panglima TNI, berjanji akan menuntaskan, tak ada angin-tak ada hujan pengusutan perkara yang terendus di 2017 itu resmi dihentikan awal 2022. Sama, suap dalam proyek pengadaan satelit pemantau di Badan Keamanan Laut (Bakamla) senilai Rp 200 miliar pun mengendap di laci dokumen peradilan militer.

Dalam kasus korupsi yang menyeret militer aktif seharusnya KPK memang tak boleh menyerahkan sepenuhnya kepada peradilan militer. Sebagaimana menurut Al-Araf, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, lembaga antirasuah sejatinya bisa merujuk ke Pasal 198 juncto Pasal 200 UU PM. KPK, dalam aturan itu, bisa mengadili militer aktif bersama pelaku sipil menggunakan metode koneksitas di peradilan umum. Adapun tugas KPK cuma berkoordinasi dengan Puspom TNI dalam persidangan. Sementara proses penyidikan & penuntutan dilakukan tim yang terdiri atas jaksa, polisi militer, & oditur militer. Dalam perkara korupsi, peradilan koneksitas pada dasarnya bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia.

Kejaksaan sudah memulai langkah ini di 2002 lalu dengan membentuk tim koneksitas dari unsur Kejaksaan & TNI untuk penanganan korupsi Technical Assistance Contract antara Pertamina dan Ustraindo Petrogas. Kasus itu ikut membelit Ginandjar Kartasasmita, mantan menteri era Soeharto yg juga tercatat sebagai anggota TNI, serta sejumlah pejabat di Pertamina. Contoh lainnya, 2006 silam, pernah dibentuk pula tim koneksitas dalam penanganan kasus pengadaan helikopter MI-17, yg merugikan negara sebesar USD 3 juta.

Dalam catatan ICW, sejak berdiri di 2003, KPK belum pernah sekali pun menangani kasus korupsi yang melibatkan anggota TNI, meski tak sedikit yang terjaring OTT. 

Demikian juga, KPK satu pun tak pernah membentuk tim koneksitas bersama pihak TNI dalam menangani perkara korupsi yang menyeret pelaku sipil & militer.

Komentar

Tampilkan

  • DPP BARAK 106 Khawatir Jejak Peradilan Militer Di Korupsi Kabasarnas
  • 0

Terkini

Sport