Narasiumat.com - Kasus Dugaan Korupsi yang melibatkan lima perusahaan dalam skema tataniaga nikel di Sulawesi Tenggara dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) kembali menjadi sorotan publik.
Sekretariat Nasional Aliansi Nusantara Hijau (Seknas Alastra) mendesak Kejaksaan Agung RI untuk segera memerintahkan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menetapkan tersangka dalam kasus ini.
Alialudin Hamzah, Sekretaris Jenderal Seknas Alastra, menekankan bahwa lambannya penanganan kasus ini bisa memperburuk kerugian negara dan menunjukkan lemahnya kinerja kejaksaan.
"Kami mendesak Kejaksaan Agung RI untuk bertindak tegas dengan memerintahkan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara segera menetapkan tersangka. Penegakan hukum tidak boleh diabaikan, terutama ketika ada indikasi kuat keterlibatan sejumlah pihak. Sudah saatnya mereka dimintai pertanggungjawaban hukum untuk menghentikan kerugian negara lebih besar lagi," tegas Alialudin, dalam rilisnya kepada wartawan, 29/08/2024
Diketahui kasus ini telah dilaporkan oleh ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara pada 17 Juli 2024, dengan melibatkan lima perusahaan besar, yakni PT Omega Resource COR III (Bumi Konawe Abadi/BKA), PT Moderan Internasional (Cahaya Modern Makmur Internasional/CMMI), PT Ceria Nugraha Indotama (CNI), PT Timah Investama Mineral (TINS), dan PT Ifishdeco (Bintang Smelter Indonesia/BSI).
Perusahaan-perusahaan tersebut diduga terlibat dalam korupsi yang menyebabkan kerugian negara melalui pembiayaan kredit modal kerja (KMK) dan kredit modal investasi (KMI) yang diberikan meskipun kondisi finansial perusahaan tersebut berisiko dan tidak memenuhi syarat.
Selain itu, ada indikasi kuat bahwa kelima perusahaan ini terlibat dalam manipulasi program penandatanganan kontrak jual beli tenaga listrik melalui PTSJL dengan PLN.
Meskipun telah ada penandatanganan MOU, laporan PLN tahun 2018 hingga 2022 tidak mencatat adanya kontrak jual beli tersebut, baik di laporan kontinjensi maupun kerjasama.
Hal ini juga dikuatkan oleh rencana pembangunan tenaga listrik yang diatur dalam Keputusan Menteri ESDM periode 2015-2024 dan 2017-2027, yang menyebutkan bahwa Masterplan pembangunan dengan skema pengadaan MMP berkapasitas 120 MW tersebut belum terbangun hingga saat ini.
"Manipulatif program ini, melalui MOU dan kontrak jual beli tenaga listrik, bertujuan untuk mendorong pembangunan smelter dan diduga sebagai modus untuk membobol RKAB ekspor dalam negeri. Periode 2017-2020 adalah bukti nyata bahwa negara telah dirugikan secara signifikan akibat tindakan ini, dan ini tidak boleh dibiarkan terus berlanjut," ungkap Alialudin.
Ia menegaskan bahwa Seknas Alastra akan terus memantau perkembangan kasus ini untuk memastikan bahwa para pelaku tidak lolos dari jerat hukum.
"Penetapan tersangka adalah langkah awal yang sangat penting untuk menegakkan keadilan dan mencegah kejahatan ekonomi serupa di masa depan. Keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu, dan para pelaku harus segera diadili," tambahnya.